Oleh: Edi Iwansyah
Polemik dualisme kepengurusan dalam tubuh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) terus menjadi perbincangan hangat. Hingga kini, dua kubu yang mengklaim kepemimpinan sah belum menemukan titik terang. Namun, yang menjadi pertanyaan besar adalah: mengapa PWI tidak membawa kasus ini ke ranah hukum untuk mendapatkan penyelesaian yang sah?

Konflik semacam ini bukan kali pertama terjadi dalam organisasi besar di Indonesia. Biasanya, penyelesaian melalui jalur hukum menjadi langkah terakhir guna memastikan legitimasi kepengurusan. Namun, hingga saat ini, PWI tampaknya memilih untuk tidak menempuh jalur tersebut.
Takut Legitimasi Dipertanyakan?
Para pengamat hukum menilai, salah satu alasan utama mengapa PWI enggan membawa masalah ini ke pengadilan adalah risiko kehilangan legitimasi bagi salah satu kubu. Jika konflik ini masuk ke meja hijau, maka pengadilan akan menggali bukti-bukti berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PWI serta melihat proses pemilihan kepengurusan mana yang lebih sah.
“Kalau sudah masuk ke pengadilan, bisa jadi ada fakta-fakta yang tidak menguntungkan bagi salah satu pihak. Ini bisa menjadi bumerang, terutama jika salah satu kubu merasa tidak memiliki dasar hukum yang kuat,” kata [Nama Pakar Hukum], seorang pengamat hukum organisasi.
Jika keputusan pengadilan ternyata tidak berpihak pada salah satu kubu, maka pihak yang kalah dapat kehilangan pengaruh, baik di tingkat pusat maupun daerah. Hal ini berisiko menimbulkan dampak yang lebih luas dalam dinamika organisasi.
Faktor Kepentingan Internal dan Politik
Selain itu, faktor kepentingan internal juga disebut-sebut sebagai alasan utama PWI lebih memilih membiarkan dualisme ini menggantung. Sebagai organisasi besar yang memiliki relasi luas, ada banyak kepentingan yang bermain di dalamnya.
“Kalau PWI sampai membawa ini ke pengadilan, maka ada risiko intervensi dari pihak luar yang bisa memperumit situasi. Bisa jadi ada pihak-pihak yang ingin mengendalikan PWI dari luar,” ujar seorang sumber internal PWI yang enggan disebutkan namanya.
Jika kasus ini dibawa ke pengadilan, dampaknya bisa lebih besar dari yang diperkirakan. Beberapa kemungkinan yang bisa terjadi antara lain:
- Pergolakan internal organisasi – terutama di tingkat daerah, yang mungkin memiliki kepentingan berbeda dari pusat.
- Pemecatan atau pembekuan anggota – mereka yang dianggap mendukung salah satu kubu dapat menghadapi sanksi, yang justru bisa memperburuk perpecahan di tubuh organisasi.
- Merosotnya kepercayaan publik – sebagai organisasi wartawan, PWI seharusnya menjadi contoh dalam hal transparansi dan kepatuhan hukum. Ketidakmampuan menyelesaikan konflik ini dapat mencoreng reputasi organisasi di mata masyarakat.
Mencari Solusi di Tengah Kebuntuan
Tanpa langkah konkret, polemik ini berpotensi berlarut-larut dan semakin memperuncing perpecahan di tubuh PWI. Sejumlah pihak berharap ada inisiatif untuk menyelesaikan konflik ini secara internal melalui musyawarah yang lebih inklusif, tanpa harus menyeretnya ke ranah hukum.
Namun, jika upaya damai terus menemui jalan buntu, langkah hukum tampaknya menjadi pilihan yang tak terhindarkan demi kejelasan kepemimpinan dan kelangsungan organisasi ke depan. (***)