Jakarta, Patrolihukum.net – Gelombang kritik terhadap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI kembali menyeruak, kali ini dipicu oleh sebuah video yang beredar luas di media sosial. Video tersebut menampilkan seorang pria yang dengan lugas menyampaikan kecaman pedas atas langkah DPR yang dianggap semakin berani “mengulah” dengan membuat aturan kontroversial yang lebih melindungi kepentingan mereka dibandingkan kepentingan rakyat.
Poin utama kritik dalam video itu adalah pemberian kewenangan baru bagi DPR yang dinilai sebagai bentuk “penjagalan” independensi lembaga negara. Dalam narasinya, pria tersebut menyebut DPR kini memiliki hak untuk mencopot pimpinan lembaga tinggi negara, mulai dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mahkamah Agung (MA), Kejaksaan Agung (Kejagung), hingga petinggi TNI dan Polri.

Menurutnya, langkah ini berbahaya karena membuka pintu intervensi politik DPR terhadap lembaga yang seharusnya independen. “DPR seolah menjadi super body yang bisa mengendalikan semuanya. Lembaga yang mestinya berdiri tegak demi rakyat kini bisa dipaksa tunduk demi kepentingan politik,” ujar pria tersebut dalam video yang kini banyak dibagikan warganet.
Di saat DPR begitu cepat membahas aturan yang memperkuat kekuasaan mereka, publik menyoroti ironi besar terkait lambannya pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. RUU ini dianggap sebagai instrumen penting untuk memberantas korupsi karena memungkinkan negara menyita aset hasil korupsi, namun hingga kini terus terkatung-katung tanpa kejelasan.
“Lucunya, kalau bikin aturan untuk lindungi diri, DPR itu gercep (gerak cepat). Tapi kalau untuk bikin aturan yang bisa balikin uang negara dari koruptor, DPR malah gerlap-gerlip (gerak lambat penuh alasan),” kritik pria tersebut, yang disambut beragam komentar pedas dari warganet.
Publik menilai langkah DPR ini memperlihatkan keberpihakan yang nyata: membangun benteng kokoh bagi para elit, tapi tidak kunjung membangun senjata hukum untuk melawan korupsi. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa DPR lebih takut kehilangan kenyamanan daripada kehilangan kepercayaan rakyat.
Video tersebut ditutup dengan seruan agar masyarakat melek informasi dan tidak tinggal diam menghadapi praktik legislasi yang merugikan bangsa. “Kalau kita diam, mereka akan terus melangkah. Kita harus tolak aturan yang hanya untungkan segelintir pihak,” tutupnya.
Fenomena kritik ini kembali memperkuat opini publik bahwa DPR semakin jauh dari esensi wakil rakyat. Alih-alih memperjuangkan kepentingan bangsa, mereka dinilai justru memperkuat hegemoni politiknya sendiri.
(Edi D/PRIMA)













