Patrolihukum.net // BANGGAI LAUT, Sulawesi Tengah, 2 September 2025, CN – Polemik mengenai Nomor Induk Pegawai PPPK (NIP3K) di Kabupaten Banggai Laut kini mencuat menjadi sorotan publik. Diduga terjadi maladministrasi di Dinas Pendidikan dan Olahraga (Dikpora) setempat yang mengancam masa depan seorang guru honorer senior, Ibu Rasmin. Sementara itu, seorang guru lain yang baru mengabdi selama dua tahun, Ibu Nur, justru mendapat prioritas.
Kasus ini memicu kemarahan dan kekecewaan banyak pihak. Masyarakat menilai kekacauan data bukanlah sekadar kesalahan teknis, tetapi indikasi ketidakadilan yang mencoreng integritas birokrasi.

Saat dikonfirmasi, Kepala Dikpora Banggai Laut, Jenni Manyuya, S.Pd., M.M., bersama Kepala Sub Bagian Kepegawaian memilih bungkam. Mereka enggan memberikan penjelasan kepada publik terkait tuduhan maladministrasi tersebut. Diamnya pejabat publik ini justru semakin memperkuat kecurigaan masyarakat bahwa ada sesuatu yang tengah ditutupi.
“Seharusnya sebagai pejabat publik, mereka memberikan transparansi dan klarifikasi, bukan bersembunyi di balik diam,” ujar seorang aktivis pendidikan lokal yang enggan disebut namanya.
Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Banggai Laut, Basri Ali, S.Ag., S.H., M.H., memberikan pernyataan yang menambah terang kasus ini. Menurutnya, berkas dari Dikpora memang secara formal terlihat sesuai. Namun, ia menegaskan bahwa segala kekeliruan teknis maupun administratif adalah sepenuhnya tanggung jawab Dikpora.
“BKD hanya memproses sesuai berkas yang masuk. Jika ada kesalahan data atau ketidakadilan dalam prioritas, itu harus diklarifikasi langsung oleh Dikpora,” tegas Basri.
Fakta ini menunjukkan lemahnya manajemen data kepegawaian di tubuh Dikpora. Ketidakprofesionalan tersebut telah menyeret Ibu Rasmin, seorang guru honorer yang telah mengabdi lebih dari dua dekade, ke dalam ketidakpastian. Sementara guru baru yang diduga mendapat “perlakuan khusus” bisa dengan mulus melangkah maju.
Situasi ini menimbulkan ironi sekaligus luka mendalam. Di satu sisi, pemerintah selalu menyerukan penghargaan terhadap jasa guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Namun, realitas di lapangan justru memperlihatkan bagaimana pengabdian panjang seorang guru bisa dikesampingkan karena dugaan praktik maladministrasi.
Masyarakat Banggai Laut kini mendesak inspektorat dan aparat penegak hukum untuk turun tangan. Mereka menuntut investigasi menyeluruh agar kebenaran terungkap, serta memastikan tidak ada lagi guru yang dirugikan akibat kelalaian birokrasi.
Integritas sistem kepegawaian, khususnya dalam rekrutmen dan penetapan NIP3K, tidak boleh dikorbankan demi kepentingan segelintir orang. Keadilan bagi Ibu Rasmin harus ditegakkan, bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga sebagai simbol perlindungan terhadap martabat guru di seluruh Indonesia.
(Edi D/PRIMA)