Patrolihukum.net, Sampang – Suasana audiensi yang seharusnya menjadi ajang penyampaian aspirasi dan klarifikasi mengenai proyek rekonstruksi jalan di kawasan Sampang Sport Center (SSC), justru berubah menjadi ajang adu argumen yang panas dan nyaris ricuh. Audiensi yang digelar Jumat (20/6/2025) di ruang rapat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Sampang itu mempertemukan LSM Pusat Informasi dan Advokasi Rakyat (PIAR) dengan jajaran pejabat teknis PUPR serta pihak kontraktor pelaksana proyek.
LSM PIAR menyoroti sejumlah dugaan kejanggalan dalam proyek jalan senilai lebih dari Rp4,1 miliar tersebut. Mulai dari penggunaan material yang diduga tidak sesuai spesifikasi, seperti pemasangan saluran drainase lama, penggunaan U-Ditch bekas, hingga proses pemadatan tanah yang dianggap tidak optimal.

Namun, bukannya menemukan titik temu, audiensi itu justru berlangsung panas dan memunculkan reaksi keras dari pihak yang hadir. Kepala Dinas PUPR Kabupaten Sampang, Moh. Ziz, secara tegas membantah tudingan yang dilontarkan LSM PIAR. Ia menyatakan bahwa seluruh proses pengerjaan telah sesuai dengan prosedur dan diawasi oleh tim teknis dari dinas.
“Kami terbuka terhadap kontrol publik. Namun, setiap tahapan pekerjaan telah kami jalankan sesuai regulasi yang berlaku,” tegas Ziz.
Pernyataan tersebut diamini oleh Kabid AMPL, Siti Muatifa, yang juga hadir dalam pertemuan. Ia mengaku prihatin dengan cara penyampaian LSM PIAR yang dinilainya tidak beretika dan cenderung provokatif.
“Kami sangat menghargai peran kontrol dari LSM. Tapi forum tadi berlangsung sangat tidak profesional. Ada tindakan membentak, memukul meja, bahkan menempelkan kertas bertuliskan kalimat kasar di dinding ruang rapat,” ungkap Siti dengan nada kecewa.
Dari pihak kontraktor pelaksana, perwakilan CV Dua Utama Sejahtera, Imam Syafiuddin, juga menyayangkan sikap LSM PIAR. Menurutnya, alih-alih menyampaikan kritik secara konstruktif, audiensi justru berubah menjadi tekanan emosional yang tidak berlandaskan pemahaman teknis yang memadai.
“Kami tidak alergi kritik. Tapi sampaikan dengan cara yang profesional dan memahami substansi. Audiensi tadi jauh dari diskusi yang sehat, malah lebih mirip interogasi emosional,” kata Imam.
Lebih jauh, Imam mempertanyakan legalitas dan rekam jejak LSM PIAR yang dianggap tidak jelas.
“Kalau memang mau menjadi mitra kritis pemerintah, LSM harus punya legalitas yang jelas dan mematuhi etika. Jangan sampai ada LSM yang justru memanfaatkan kontrol sosial sebagai alat tekanan demi kepentingan tertentu,” tambahnya.
Di sisi lain, sejumlah pengamat menilai bahwa insiden dalam audiensi ini harus menjadi pembelajaran bagi seluruh elemen masyarakat sipil. Kritik dan advokasi tetap penting dalam sistem demokrasi, namun harus dilakukan dengan menjunjung tinggi etika, profesionalisme, dan substansi.
Hingga berita ini diturunkan, pihak LSM PIAR belum memberikan pernyataan resmi terkait tudingan yang dilontarkan oleh Dinas PUPR dan kontraktor pelaksana proyek. Redaksi masih berupaya menghubungi perwakilan LSM tersebut untuk mendapatkan klarifikasi dan hak jawab sesuai kaidah jurnalistik yang berimbang.
Catatan Redaksi:
Kritik publik terhadap pelaksanaan proyek pemerintah adalah hak setiap warga negara. Namun, penyampaian kritik juga menuntut tanggung jawab, etika, dan legalitas. Demokrasi akan tumbuh sehat apabila kontrol sosial dilakukan dengan cara yang benar, bukan dengan tekanan emosional ataupun tindakan intimidatif.
Pewarta: Edi D/**
Editor: Redaksi MPH