Jakarta, Patrolihukum.net — Drama panjang antara Sahara, pemilik usaha rental mobil asal Malang, dengan Yai Mim, mantan dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, akhirnya menemukan titik terang. Setelah saling berseteru di ruang publik dan menjadi sorotan nasional, Sahara akhirnya secara terbuka meminta maaf kepada Yai Mim melalui sebuah podcast yang dipandu Denny Sumargo.
Permintaan maaf tersebut menjadi sorotan karena sebelumnya hubungan antara keduanya diwarnai tudingan, pernyataan emosional, serta perdebatan yang viral di media sosial. Dalam potongan klip pendek yang lebih dulu diunggah oleh Denny Sumargo, terlihat Sahara berbicara dengan nada yang jauh lebih tenang dan penuh penyesalan.

“Saya akui, saya khilaf. Perkataan dan tindakan saya sebelumnya tidak seharusnya terjadi. Saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada Yai Mim,” ujar Sahara dengan suara bergetar.
Momen itu menjadi titik balik yang dinantikan publik setelah berbulan-bulan drama keduanya menjadi bahan diskusi luas di media sosial. Denny Sumargo, yang selama ini dikenal lewat program podcast-nya yang sering menghadirkan figur kontroversial, tampak berperan sebagai jembatan perdamaian.
Dalam tayangan tersebut, Denny bahkan menghubungi Yai Mim secara langsung melalui sambungan telepon, menghadirkan momen komunikasi langsung antara dua pihak yang sebelumnya saling bersitegang.
“Assalamualaikum, Yai Mim,” sapa Sahara dengan lembut — kontras dengan gaya komunikasinya yang dulu dinilai publik kasar.
Di sisi lain, respons Yai Mim yang dikenal dengan sikap tenang dan bijaknya justru membuat suasana menjadi lebih sejuk. Ia membalas sapaan Sahara dengan ramah dan menerima permintaan maaf tersebut dengan lapang dada.
“Tidak apa-apa, Nak. Semua orang bisa salah. Yang penting ada niat baik untuk memperbaiki,” ujar Yai Mim dari seberang telepon.
Podcast Ditunda, Netizen Terbelah
Sebelumnya, podcast tersebut sempat ditunda penayangannya karena mayoritas warganet memberikan voting agar video itu tidak ditayangkan. Banyak yang menilai bahwa isu antara Sahara dan Yai Mim sudah terlalu sensitif untuk diangkat kembali, bahkan ada yang khawatir Denny memanfaatkan kontroversi itu demi engagement.
Namun, setelah berdiskusi langsung dengan kedua pihak, termasuk mendapat restu dari Yai Mim sendiri, Denny Sumargo akhirnya memutuskan untuk tetap menayangkan podcast tersebut. Ia menegaskan bahwa langkah itu diambil bukan demi sensasi, melainkan untuk mengedepankan klarifikasi dan ruang dialog yang sehat.
“Saya ingin publik melihat bahwa setiap masalah bisa selesai dengan cara yang baik, tanpa harus saling menjatuhkan,” ujar Denny dalam pernyataannya.
Reaksi Publik dan Makna di Baliknya
Penayangan ulang podcast itu langsung menuai reaksi beragam dari publik. Sebagian besar warganet mengapresiasi keberanian Sahara untuk meminta maaf secara terbuka dan ketulusan Yai Mim dalam memaafkan. Tak sedikit pula yang memuji Denny Sumargo karena telah berperan sebagai mediator yang adil.
Namun, sejumlah pihak tetap menilai langkah Denny penuh risiko karena bisa memicu kembali perdebatan lama. Meski begitu, banyak yang menilai bahwa momen damai ini menjadi pembelajaran sosial penting di tengah maraknya budaya saling hujat di ruang digital.
Sejumlah pengamat komunikasi publik menilai, cara Denny mengelola situasi ini bisa menjadi contoh positif. “Transparansi dan komunikasi langsung seperti ini dapat menjadi model resolusi konflik yang sehat, apalagi di era digital ketika kesalahpahaman mudah membesar,” ujar salah satu pakar komunikasi yang dihubungi redaksi.
Kini, setelah permintaan maaf itu viral dan tayangan podcast resmi dirilis, publik menilai drama antara Sahara dan Yai Mim akhirnya sampai pada babak akhir yang lebih manusiawi: pengakuan, maaf, dan penerimaan.
“Mungkin inilah akhir yang seharusnya: bukan siapa yang menang atau kalah, tapi siapa yang berani memaafkan dan memperbaiki,” tulis salah satu netizen dalam kolom komentar.
Dengan sikap terbuka dari kedua pihak, kisah panas yang sempat memecah perhatian publik kini berubah menjadi pelajaran tentang kedewasaan, empati, dan rekonsiliasi di tengah dunia maya yang sering kali penuh kebisingan.
(Red/Edi D/*)**