Probolinggo, Patrolihukum.net — Gelombang kritik terhadap Bupati Probolinggo, Dr. Mohammad Haris atau Gus Haris, terus bergulir pasca pernyataannya yang menyebut,
“Jangan ada pejabat yang menernak LSM dan media.”
Ucapan itu disampaikan dalam sambutan resmi di acara pelantikan pejabat eselon II di Pendopo Prasaja Ngesti Wibawa, Kota Probolinggo, Senin (20/10/2025).
Kalimat singkat tersebut kini menjadi sorotan tajam publik dan dinilai mencerminkan krisis komunikasi politik di tingkat elit daerah.
Kata yang Menjadi Krisis
Secara normatif, sambutan pelantikan pejabat mestinya berisi pesan moral dan motivasi kerja. Namun dalam kasus ini, Bupati justru mengeluarkan diksi yang menimbulkan tafsir negatif terhadap dua elemen penting demokrasi: lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan media massa.
Pernyataan “menernak” — yang bernuansa merendahkan — dianggap merusak martabat profesi dan memperlihatkan kegagalan memahami fungsi kontrol sosial yang melekat pada LSM dan pers.
Reaksi keras datang dari berbagai kalangan, salah satunya Kikis Mukisah, mantan aktivis ’98 yang dikenal vokal dalam isu demokrasi dan keadilan sosial.
Kikis menilai ucapan tersebut bukan sekadar salah bicara, tetapi cerminan pola pikir yang berpotensi mereduksi kebebasan sipil.
“Ini bukan persoalan tergelincir lidah. Ini persoalan mentalitas kekuasaan. Mengatakan ‘jangan ternak LSM dan media’ itu menunjukkan cara pandang elitis yang merasa terganggu dengan fungsi kontrol publik,” ujar Kikis dengan nada tegas. Selasa (21/10/25)
Ia menambahkan, seorang pemimpin publik seharusnya menjadikan kritik sebagai cermin, bukan ancaman.
“Kalau seorang kepala daerah takut pada kritik, maka demokrasi daerah akan mandek,” tambahnya.
Dimensi Politik dan Etika Kepemimpinan
Secara politik, pernyataan Gus Haris memperlihatkan jurang komunikasi yang makin lebar antara pemerintah daerah dan masyarakat sipil.
Di tengah meningkatnya tuntutan transparansi publik dan keterbukaan informasi, pernyataan seperti itu justru memunculkan kesan anti-kritik dan otoriter halus.
Kikis menilai, ini menjadi ujian etika kepemimpinan bagi Gus Haris — yang dikenal sebagai figur religius berlatar pesantren.
“Seorang pemimpin, apalagi yang membawa simbol keagamaan, seharusnya menjadi teladan dalam tutur dan sikap. Bukan memperuncing jarak antara pemerintah dan rakyatnya,” ujar Kikis.
Menurut Kikis, pernyataan seperti ini berpotensi mengikis kepercayaan publik. Dalam konteks komunikasi pemerintahan, kata-kata kepala daerah adalah cermin nilai-nilai yang dianutnya. Bila kata itu melukai, maka luka itu menjadi milik publik.
Dampak Terhadap Citra Pemerintahan
Ucapan Gus Haris tak hanya menciptakan polemik moral, tetapi juga membawa konsekuensi politik yang nyata.
Kalimat tersebut telah viral di berbagai grup media sosial dan pemberitaan daring, menimbulkan gelombang opini yang tidak menguntungkan bagi citra Pemerintah Kabupaten Probolinggo.
Pejabat di lingkungan Pemkab diduga merasa tidak nyaman, karena pernyataan itu bisa ditafsirkan sebagai bentuk kecurigaan Bupati terhadap bawahannya sendiri.
“Diduga Banyak pejabat justru bingung dengan makna kalimat itu. Apakah ini sindiran internal, atau peringatan politik? Tapi yang jelas, dampaknya sudah melebar dan menimbulkan sentimen negatif di publik,” ujar Kikis Mukisah.
Menanti Klarifikasi dan Sikap Bijak
Sejumlah pihak mendesak agar Bupati segera memberikan klarifikasi terbuka atau permintaan maaf publik, demi memulihkan kepercayaan masyarakat dan menjaga kehormatan jabatan kepala daerah.
“Seorang pemimpin besar bukan dinilai dari seberapa banyak ia berbicara, tapi dari seberapa cepat ia bertanggung jawab atas ucapannya,” ujar Kikis Mukisah menutup komentarnya.
Catatan Redaksi:
Redaksi menilai bahwa pernyataan pejabat publik di ruang resmi pemerintahan memiliki bobot moral dan politik yang besar.
Sebagai lembaga pers, kami berkewajiban menyampaikan fakta dan memberikan ruang proporsional bagi semua pihak untuk menyampaikan pandangan.
Media ini berdiri di atas azas independensi, objektivitas, dan tanggung jawab publik, serta berkomitmen menjaga marwah demokrasi lokal.
Redaksi membuka ruang hak jawab dan klarifikasi resmi bagi Bupati Probolinggo Dr. Mohammad Haris untuk memberikan penjelasan atas pernyataan yang telah memicu polemik ini.
Kebebasan berekspresi adalah pilar demokrasi, tetapi kebijaksanaan dalam berbicara adalah fondasi moral kepemimpinan.
(Edi D/Red/**)















