Patrolihukum.net, SERANG – Dunia pendidikan di Provinsi Banten kembali diguncang oleh skandal anggaran yang mengundang keprihatinan publik. Proyek pengadaan Alat Praktik dan Peraga Peserta Didik (TIK) tahun anggaran 2022 di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten senilai Rp10.788.750.000 kini berubah menjadi tumpukan rongsokan digital di berbagai sekolah.
Berdasarkan data resmi dari LPSE Provinsi Banten, proyek tersebut dikerjakan oleh PT. SAMAFITRO, dengan tanggal realisasi pada 6 Juli 2022. Sayangnya, hasil dari proyek yang menggunakan dana murni APBD ini sangat jauh dari harapan. Perangkat Chromebook yang seharusnya menjadi sarana pembelajaran digital, justru tidak dapat digunakan oleh siswa maupun guru.

Yang lebih ironis, Lukman, yang kala itu menjabat sebagai Kabid SMA sekaligus Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), kini justru naik jabatan menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan. Padahal, proyek bermasalah ini berada langsung di bawah pengawasannya.
“Perangkat Chromebook yang dibeli dengan dana besar tidak bisa digunakan sama sekali. Hasil uji petik di sejumlah sekolah menunjukkan perangkat tidak menyala, tidak memiliki chip pembelajaran, dan tidak layak pakai. Ini jelas bentuk pengkhianatan terhadap hak peserta didik,”
— tegas Kamaludin, SE, Ketua Umum DPP Gerakan KAWAN (Kesejahteraan Relawan Nusantara), Sabtu (22/6).
Kamaludin menilai proyek ini penuh kejanggalan. Ia mengungkapkan bahwa barang yang diterima tiap sekolah berbeda-beda merek, tidak sesuai spesifikasi, dan bahkan tidak memenuhi persyaratan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Padahal, sesuai regulasi nasional, hanya tiga merek Chromebook yang diakui karena memenuhi TKDN, yakni Advance, XVC, dan Zyrex.
“Ini jelas proyek asal jadi. Spesifikasi barang tidak konsisten, distribusi semrawut, dan perangkat tidak bisa dipakai. Sebuah pengadaan dengan nilai fantastis berubah menjadi kuburan digital di sekolah-sekolah. Lukman sebagai PPTK harus bertanggung jawab penuh,” imbuhnya.
Gerakan KAWAN menilai bahwa proyek TIK Dindikbud Banten ini adalah refleksi lokal dari skandal Chromebook nasional di Kementerian Pendidikan, yang diduga telah merugikan negara hingga Rp9,9 triliun. Namun di Banten, uang daerah yang dikorbankan, dan pelaku utamanya justru mendapat promosi jabatan.
“Jika ini dibiarkan, akan lahir banyak Lukman-Lukman baru. Mereka hanya akan menggunakan jabatan untuk mengatur proyek, bukan melayani rakyat. Ini bukan sekadar kebodohan administratif, tapi juga bentuk penyelewengan anggaran dan pengabaian terhadap masa depan pendidikan,” tegas Kamaludin.
Sebagai bentuk perlawanan, Gerakan KAWAN akan melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, mereka juga tengah menyiapkan aksi demonstrasi sebagai bentuk tekanan publik terhadap Gubernur Banten, Sekretaris Daerah, dan aparat penegak hukum.
“Jangan coba-coba tutupi kasus ini. Jika Gubernur dan Sekda Banten masih diam, maka rakyat yang akan bersuara. Ini uang pendidikan, ini masa depan anak bangsa. Lukman harus dicopot dan diadili!” pungkas Kamaludin penuh semangat.
Skandal ini tidak hanya menjadi pukulan telak bagi integritas birokrasi di Banten, tetapi juga cermin rapuhnya sistem pengadaan barang dan jasa yang seharusnya mengutamakan manfaat publik. Pendidikan seharusnya menjadi fondasi masa depan, bukan ladang bancakan proyek.
(RED)