Probolinggo, Patrolihukum.net – Semarak peringatan Hari Jadi Kabupaten Probolinggo (Harjakapro) ke-279 dan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun 2025 diwarnai dengan gelaran pameran pusaka yang unik dan sarat nilai budaya. Bertempat di Alun-Alun Kota Kraksaan, kegiatan berlangsung selama tiga hari, mulai Rabu hingga Jumat (7–9/5/2025), dan menyedot perhatian ratusan pengunjung dari berbagai kalangan.
Salah satu daya tarik utama dalam pameran ini adalah kehadiran Paguyuban Pelestari Tosan Aji (PATAJI) Rengganis, yang tergabung dalam Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia (SNKI). Stand mereka tampil menonjol dengan deretan benda pusaka seperti keris, tombak, dan pedang dari berbagai tangguh, dapur, dan pamor yang menggambarkan kekayaan warisan budaya nusantara. Tidak hanya itu, aneka sandangan dari kayu langka hingga perak, serta batu-batu mulia seperti pirus dan akik lokal turut menghiasi ruang pameran.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikdaya) Kabupaten Probolinggo, Dwijoko Nurjayadi, hadir langsung meninjau stand PATAJI Rengganis pada malam pembukaan, Rabu (7/5/2025). Ia didampingi Ketua Pelaksana Harian PATAJI Rengganis, Purnomo, yang menjelaskan langsung kepada para tamu kehormatan dan pengunjung umum mengenai filosofi serta sejarah di balik setiap pusaka yang dipamerkan.
“Pameran ini bukan hanya sekadar memeriahkan Harjakapro dan Hardiknas, tetapi menjadi sarana penting untuk melestarikan budaya adiluhung yang telah diwariskan oleh leluhur kita. Keris, tombak, dan pusaka lain memiliki nilai spiritual dan historis yang harus terus dikenalkan kepada generasi muda,” ungkap Purnomo.
Ia menambahkan, keris bukan semata-mata senjata tradisional, melainkan simbol jati diri dan identitas budaya. Sejak UNESCO mengakui keris sebagai Warisan Budaya Tak Benda Dunia pada 25 November 2005, tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikannya menjadi semakin besar.
Tak hanya itu, Purnomo juga menyinggung tentang penetapan 19 April sebagai Hari Keris Nasional oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Menurutnya, momentum ini perlu dijadikan sebagai pendorong kebangkitan kembali minat masyarakat terhadap Tosan Aji, terutama di kalangan generasi muda dan dunia pendidikan.
Menariknya, PATAJI Rengganis juga memiliki seorang empu lokal bernama Mpu Mandalika yang diakui kemampuannya secara nasional. Keberadaan empu seperti ini dianggap penting untuk menjaga keaslian proses pembuatan keris, baik dari segi bentuk fisik (eksoteri) maupun nilai-nilai filosofis dan spiritual (isoteri).
“Harapan kami ke depan, keris bisa menjadi bagian dari busana daerah yang dikenakan dalam setiap acara resmi. Ini bukan sekadar aksesoris, tetapi bentuk penghormatan terhadap warisan budaya kita,” terang Purnomo lebih lanjut.
Apresiasi juga disampaikan oleh PATAJI Rengganis kepada Pemerintah Kabupaten Probolinggo, khususnya Disdikdaya, atas dukungan nyata yang diberikan kepada pelestari budaya lokal. Menurut Purnomo, kolaborasi antara pemerintah dan komunitas pelestari budaya seperti ini menjadi fondasi kuat untuk menjaga eksistensi budaya tradisional di tengah arus modernisasi.
Antusiasme masyarakat terlihat cukup tinggi sepanjang pelaksanaan pameran. Banyak pelajar, guru, hingga orang tua yang menyempatkan waktu berdiskusi langsung dengan para pelestari keris. PATAJI Rengganis bahkan menyediakan sesi edukasi singkat mengenai cara membedakan keris asli dengan tiruan modern, serta menjelaskan proses panjang yang harus dilalui dalam pembuatan satu bilah keris, mulai dari pemilihan bahan hingga ritual penyepuhan.
Kepala Disdikdaya, Dwijoko Nurjayadi, menyambut positif kegiatan ini dan berharap nilai-nilai budaya lokal seperti yang terkandung dalam keris bisa menjadi bagian integral dalam sistem pendidikan.
“Ini adalah implementasi nyata dari penguatan profil pelajar Pancasila, khususnya dalam dimensi budaya dan kebhinekaan global. Kita harus bangga dengan budaya kita sendiri, dan keris adalah salah satu simbol yang paling kaya akan makna,” jelas Dwijoko.
Dukungan penuh dari pemerintah daerah menjadi dorongan besar bagi komunitas pelestari budaya untuk terus bergerak aktif. Tidak hanya dalam pameran seperti ini, tetapi juga dalam keseharian masyarakat yang mulai menyadari pentingnya menjaga warisan leluhur mereka.
Dengan semangat kebudayaan yang tinggi, gelaran pameran ini bukan sekadar ajang pertunjukan benda pusaka, melainkan sarana membangun kesadaran kolektif bahwa pusaka seperti keris memiliki tempat yang terhormat dalam peradaban bangsa Indonesia.
(Bambang/*)