Patrolihukum.net // Simalungun, 9 September 2025 – Dunia pendidikan di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, tengah menuai sorotan tajam. Pasalnya, biaya pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kecamatan Bandar dinilai sangat mahal hingga membebani para orang tua murid. Kondisi ini dianggap bertentangan dengan semangat pemerataan akses pendidikan yang dijamin oleh konstitusi.
Sejumlah orang tua mengeluhkan pungutan yang terus diberlakukan di SMA Negeri 1 dan SMA Negeri 2 Bandar. Tidak hanya biaya administrasi yang tinggi, para siswa juga diwajibkan membeli pakaian olahraga dengan harga di atas kewajaran. Hal ini semakin menambah beban finansial keluarga di tengah kondisi ekonomi yang sulit.

Regulasi Dilanggar, Permendikbud Hanya Jadi Formalitas
Padahal, Permendikbudristek Nomor 63 Tahun 2022 Pasal 60 secara tegas melarang sekolah melakukan pungutan yang membebani orang tua siswa. Namun, aturan itu dinilai hanya menjadi formalitas tanpa implementasi nyata di lapangan.
“Sudah berulang kali media menyoroti masalah ini, tapi bukannya berkurang, justru pungutan makin menjadi-jadi. Seolah kepala sekolah tidak memiliki rasa iba kepada orang tua murid,” ujar salah seorang wali murid yang enggan disebutkan namanya.
DPRD Simalungun Siap Kawal
Tingginya biaya pendidikan ini juga memicu reaksi keras dari para wakil rakyat. Haji Mariono, SH, anggota DPRD Kabupaten Simalungun dari Fraksi PDIP, menegaskan pihaknya akan membawa masalah ini ke DPRD Provinsi Sumatera Utara.
Tak hanya itu, Histoni Sijabat, anggota DPRD dari Fraksi Demokrat, juga menyatakan siap mendukung masyarakat untuk melaporkan dugaan pungutan liar ini kepada Aparat Penegak Hukum (APH).
“Kami tidak akan tinggal diam. Dunia pendidikan harus bebas dari praktik pungutan liar yang merugikan rakyat kecil,” tegas Histoni.
LMHAI: Diduga Pungli, Harus Ada Sanksi Tegas
Senada, Rio Wilson Sidauruk, SH, Kepala Biro Hukum Lembaga Monitoring Hukum dan Anggaran Indonesia (LMHAI) Sumatera Utara, menilai bahwa praktik pungutan di luar ketentuan jelas bertentangan dengan hukum.
“Pasal 31 UUD 1945 dan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas menjamin hak pendidikan tanpa diskriminasi. Jika benar ada pungutan di luar ketentuan, itu berpotensi masuk kategori pungli,” tegas Rio.
Lebih lanjut, ia menyebut LMHAI siap menindaklanjuti persoalan ini dengan kajian hukum mendalam serta mendorong masyarakat untuk membuat laporan resmi ke aparat penegak hukum jika ditemukan bukti otentik.
Kacabdis Bungkam, Gubernur Diduga Terlibat
Sementara itu, Kepala Cabang Dinas (Kacabdis) Siantar-Simalungun, Agust Sinaga, SPd MAP, yang coba dikonfirmasi media, memilih bungkam. Nomor telepon selulernya tidak lagi merespons panggilan maupun pesan wartawan.
Sikap diam ini memunculkan dugaan bahwa kebijakan pungutan di sekolah mendapat restu dari Gubernur Sumatera Utara, Muhammad Bobby Afif Nasution. Bahkan, ada anggapan bahwa pejabat terkait merasa kebal hukum.
Tuntutan Transparansi
LMHAI mendesak pihak sekolah, Kacabdis, dan Dinas Pendidikan Sumatera Utara segera memberikan klarifikasi terbuka. Transparansi dianggap penting untuk menjaga integritas dunia pendidikan sekaligus mengembalikan kepercayaan masyarakat.
Kasus ini pun semakin menyedot perhatian publik. Tidak menutup kemungkinan masalah ini akan dibawa ke ranah hukum, mengingat DPRD dan lembaga hukum masyarakat telah bersuara keras. (Edi D/PRIMA/**)