Jakarta, Patrolihukum.net — Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) mengecam keras pencabutan kartu liputan seorang jurnalis CNN Indonesia baru-baru ini menyusul pertanyaan yang diajukan kepada Presiden Prabowo Subianto terkait kasus keracunan massal siswa akibat mengkonsumsi Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang disediakan Badan Gizi Nasional (BGN). Dalam pernyataan yang dikirimkan ke media-media hari ini, Minggu (28-09-2025), Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, bahkan mendesak Presiden Prabowo untuk segera memberhentikan pejabat yang bertanggung jawab atas apa yang ia sebut sebagai perilaku otoriter dan anti-demokrasi.
“Kami mendesak Presiden Prabowo Subianto memecat Kepala BPMI Setpres sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kasus memalukan itu. Mencabut izin Liputan dengan alasan apapun merupakan pelanggaran Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, dan bisa dipidana dengan sanksi kurungan 2 tahun penjara,” tegas alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu dan menambahkan bahwa pencabutan kartu izin liputan wartawan CNN Indonesia karena mengajukan pertanyaan kepada Presiden, apalagi masalah yang dipertanyakan adalah kepentingan rakyat dan bersifat urgent, merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap kebebasan pers.

Sebagaimana ramai diberitakan, Diana Valencia, dilaporkan dicabut izin liputannya oleh Biro Pers, Media, dan Informasi (BPMI) Sekretariat Presiden setelah menanyakan apakah Presiden telah mengeluarkan arahan kepada BGN terkait meningkatnya jumlah kasus keracunan. Insiden tersebut terjadi saat sesi tanya jawab pers di Bandara Halim Perdanakusuma, tak lama setelah Presiden Prabowo kembali dari kunjungan ke luar negeri.
Wilson Lalengke juga mengatakan bahwa jika Presiden Prabowo Subianto enggan memecat pejabatnya yang bertanggung jawab atas kasus tersebut, maka jangan salahkan publik jika mengartikan bahwa era orde baru sedang come-back. “Jika Presiden menolak memberhentikan pejabat yang terlibat, hal itu menandakan bahwa Pemerintahan Prabowo Subianto sedang menerapkan taktik represif era Orde Baru yang berbahaya,” tambah wartawan senior itu.
Insiden ini telah memicu kritik luas dari lembaga pengawas media dan organisasi masyarakat sipil. Organisasi pers seperti AJI, IJTI, dan LBH Pers, telah mengeluarkan pernyataan yang mengecam tindakan tersebut sebagai pelanggaran Undang-Undang Pers 1999, yang menjamin hak jurnalis untuk mencari dan menyebarluaskan informasi tanpa gangguan.
Presiden Prabowo menanggapi pertanyaan wartawan saat itu dengan menyatakan akan memanggil Ketua BGN Dadan Hindayana untuk evaluasi lebih lanjut terkait program MBG. Namun, tindakan BPMI selanjutnya telah menimbulkan kekhawatiran tentang kontradiksi internal dalam pemerintahan dan komitmennya terhadap transparansi.
Wilson Lalengke memperingatkan bahwa tindakan semacam itu dapat mengikis kepercayaan publik dan melumpuhkan wacana demokrasi. “Membungkam jurnalis bukan hanya serangan terhadap pers, melainkan serangan terhadap hak rakyat untuk tahu. Indonesia tidak boleh mundur ke era di mana kebenaran dihukum dan akuntabilitas ditakuti,” ujarnya.
Seiring meningkatnya tuntutan akuntabilitas, bangsa ini mengamati dengan saksama apakah Presiden Prabowo akan menegakkan prinsip-prinsip kebebasan pers atau membiarkan insiden ini menjadi preseden yang meresahkan. “Presiden dan semua pihak harus tahu bahwa jangankan wartawan, semua warga negara di negeri ini juga berhak mempertanyakan kebijakan presiden dan jajarannya terkait berbagai hal, sesuai konstitusi Pasal 28F UUD 1945,” tutur Wilson Lalengke menutup pernyataannya. (Edi D/TIM/Mhmmd)