Patrolihukum.net, Aceh Singkil, 21 Juni 2025 — Langkah tegas diambil Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Aceh bersama instansi teknis Kabupaten Aceh Singkil dengan melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap aktivitas operasional PT Emsen Lestari di Desa Kuta Tinggi, Kecamatan Simpang Kanan, Sabtu (21/6). Sidak ini merupakan respons atas laporan warga mengenai dugaan pencemaran lingkungan akibat limbah yang ditengarai berasal dari pabrik tersebut.
Namun, proses pengawasan lingkungan itu justru diwarnai insiden yang menodai prinsip demokrasi dan transparansi informasi. Sejumlah wartawan dari media lokal dan nasional yang turut hadir untuk melakukan peliputan, mengaku mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari oknum sekuriti perusahaan.

“Kami dihalangi masuk ke lokasi pabrik, bahkan ada rekan kami yang kameranya hampir dirampas,” ungkap Muslim Pohan, salah satu jurnalis yang berada di lokasi. Ia menegaskan bahwa tindakan itu merupakan bentuk intimidasi terhadap kerja-kerja jurnalistik yang sah dan dijamin oleh konstitusi.
Pordomuan Tumangger, wartawan lainnya yang juga menjadi korban penghalangan, menambahkan bahwa peristiwa tersebut bukan hanya mencederai kebebasan pers, tetapi juga berpotensi melanggar hukum.
“Ini pelanggaran serius. Tugas kami sebagai wartawan adalah menyampaikan informasi yang benar kepada publik. Ketika kami dihalangi, maka publik juga dirampas haknya untuk tahu,” ujarnya.
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pada Pasal 18 Ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi tugas jurnalistik, dapat dikenai sanksi pidana penjara maksimal dua tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Tindakan semacam ini, lanjut Muslim, seharusnya menjadi perhatian serius bagi aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, agar ada efek jera terhadap praktik-praktik yang mengancam kerja jurnalistik.
Sementara itu, hingga berita ini disusun, manajemen PT Emsen Lestari belum memberikan keterangan resmi terkait dua hal penting: pertama, dugaan penghalangan terhadap wartawan, dan kedua, hasil inspeksi yang dilakukan tim DLHK Provinsi dan Kabupaten.
Kepala DLHK Aceh Singkil, saat dikonfirmasi secara terpisah, menyatakan bahwa pihaknya masih dalam proses mengumpulkan data teknis dan dokumentasi hasil sidak, termasuk pengambilan sampel air dan tanah di sekitar lokasi pabrik.
“Kami akan menyusun laporan dan menyerahkannya kepada pimpinan untuk langkah penindakan lebih lanjut apabila ditemukan pelanggaran,” ujar salah satu pejabat DLHK yang enggan disebut namanya.
Insiden penghalangan wartawan ini pun mendapat kecaman dari kalangan organisasi pers dan LSM pemantau lingkungan. Mereka mendesak aparat kepolisian untuk mengusut dugaan intimidasi yang dilakukan oknum sekuriti serta memastikan bahwa hak publik atas informasi tidak dikorbankan demi kepentingan korporasi.
Polemik antara industri dan pengawasan lingkungan di Aceh Singkil bukan pertama kali terjadi. Kasus seperti ini menjadi alarm bagi semua pihak untuk memperkuat transparansi, akuntabilitas, serta perlindungan terhadap jurnalis yang menjadi garda depan dalam menjaga keterbukaan informasi publik.
(Tim/Red/**)