Patrolihukum.net // Lumajang, 7 April 2025 – Kasus dugaan pencabulan terhadap N, seorang gadis di bawah umur di wilayah Kecamatan Ranuyoso, Kabupaten Lumajang, kembali menjadi sorotan publik. Tak hanya karena perbuatan bejat pelaku yang diketahui berinisial T, warga Kecamatan Ranuyoso, namun kini muncul dugaan lebih mencengangkan: adanya oknum perangkat desa yang menjadi makelar kasus (markus) untuk membungkam proses hukum.
Berdasarkan informasi yang dihimpun tim media, seorang oknum perangkat Desa Tegalbangsri berinisial A diduga kuat terlibat dalam upaya menyelesaikan kasus secara non-prosedural. Oknum ini disebut-sebut menjadi perantara dalam “permainan kotor” untuk menutup kasus dengan imbalan uang puluhan juta rupiah.

“Urusan ini katanya sudah diselesaikan mas. Info yang kami terima, pelaku menutup kasus ini dengan dana sekitar 50 juta rupiah. Katanya, 20 juta untuk oknum aparat hukum, sisanya mungkin diserahkan ke keluarga korban,” ujar seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya.
Namun ironisnya, warga justru semakin resah karena pelaku masih bebas berkeliaran di sekitar lokasi kejadian. “Padahal ini kasus berat, tapi pelakunya malah belum ditahan. Warga merasa tidak aman, apalagi anak-anak perempuan yang tinggal di dekat situ,” tambahnya.
Menanggapi hal ini, Wakil Bupati LSM LIRA Lumajang, Dendik Zeldianto, mengecam keras dugaan praktik penyelesaian perkara secara ilegal ini. Ia menyatakan bahwa LSM LIRA akan terus mengawal kasus tersebut sampai tuntas.
“Dengan ramainya pemberitaan, seharusnya aparat penegak hukum (APH) bisa lebih tanggap dan bertindak sesuai hukum. Kami, LSM LIRA, siap mengawal kasus ini sampai tuntas demi melindungi generasi muda Kabupaten Lumajang dari predator seksual,” tegas Dendik.
Lebih lanjut, informasi lain yang diterima melalui pesan WhatsApp dari narasumber berbeda menyebut bahwa nominal suap sempat ditawar menjadi 25 juta rupiah. Dari jumlah itu, 10 juta konon diberikan kepada keluarga korban, sementara sisanya tidak jelas peruntukannya.
“Yang lebih miris, korban bahkan dikirim ke Sumatera ikut ayahnya saat kasus ini memanas. Diduga, ini merupakan bagian dari strategi untuk menghindari proses hukum,” jelas narasumber tersebut.
Kasus ini dinilai tidak hanya mencoreng moral masyarakat, tetapi juga memperlihatkan lemahnya sistem penegakan hukum ketika uang bisa menjadi senjata untuk menghapus keadilan. Diduga pula, praktik “jual beli kasus” ini telah menambah daftar kelam dunia hukum di daerah.
Pada Minggu, 6 April 2025, tim dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lumajang terlihat mendatangi desa tempat kejadian perkara. Namun hingga berita ini diturunkan, hasil dari langkah penyelidikan tersebut belum dapat dikonfirmasi secara resmi.
Tim media juga telah menghubungi Kasat Reskrim Polres Lumajang, AKP Pras Adinata S.Tr.K, S.I.K, melalui pesan WhatsApp untuk meminta keterangan, namun hingga berita ini ditayangkan belum mendapat respons.
Masyarakat berharap agar pihak kepolisian bersikap netral dan tegas dalam penanganan kasus ini. Mereka juga menuntut agar hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, termasuk jika pelakunya berencana melarikan diri ke luar daerah atau bahkan ke luar negeri.
Kasus ini akan menjadi ujian nyata bagi integritas aparat penegak hukum dan keseriusan pemerintah daerah dalam melindungi hak anak dan menjamin keadilan bagi korban kekerasan seksual. (Tim/**)















