*Bekasi, Patrolihukum.net* Pemanfaatan Lahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas (PSU) di Kabupaten Bekasi menjadi sorotan utama menyusul temuan adanya penggunaan lahan tanpa prosedur resmi dan lemahnya pengawasan dari Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan).
Dalam hasil observasi fisik Bidang Barang Milik Daerah (BMD) bersama Bidang PSU, ditemukan lahan PSU di Perumahan Bekasi Regensi 1 yang seharusnya diperuntukkan sebagai fasilitas umum, justru ditempati bangunan Gardu Listrik milik Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Ketua Tim Perencanaan PSU pada Bidang PSU menjelaskan bahwa hingga saat ini, belum ada permohonan atau izin pembangunan Gardu Listrik tersebut dari pihak PLN maupun pengembang perumahan. Selain itu, belum ada perjanjian sewa lahan yang mengatur penggunaan aset daerah tersebut.
Ironisnya, Bidang PSU Dinas Perkimtan mengakui belum melakukan pemantauan atau monitoring secara berkala terhadap kesesuaian peruntukan lahan-lahan PSU. Peninjauan lapangan baru akan dilakukan setelah adanya pengajuan permohonan penggunaan lahan dari masyarakat.
Prosedur permohonan penggunaan lahan PSU sendiri telah diatur, diawali dengan pengajuan proposal ke Dinas Perkimtan, diikuti verifikasi, pembahasan dengan pemangku kepentingan terkait (Dinas CKTR, Bidang Perumahan, Bagian Aset, Bapeda, Bagian Kerja Sama, Bagian Hukum, Satpol PP, Camat, dan Kades setempat), survei lapangan, hingga pengusulan draf SK penetapan Bupati dan Perjanjian Kerja Sama (PKS).
Lebih lanjut, temuan lain yang mengkhawatirkan adalah adanya realisasi Belanja Barang untuk Diserahkan ke Masyarakat pada aset PSU yang belum diserahterimakan senilai Rp93.119.161.309,01. Anggaran Belanja Barang TA 2023 sebesar Rp310.850.387.810,00 telah terealisasi Rp107.411.654.734,00. Sebagian besar dari realisasi tersebut, yaitu Rp93.119.161.309,01, digunakan untuk pembangunan atau peningkatan drainase dan jalan lingkungan oleh Dinas Perkimtan serta pembangunan sarana olahraga oleh Disbudpora, pada PSU yang belum secara resmi diserahterimakan dari pengembang kepada Pemerintah Kabupaten Bekasi. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai legalitas dan akuntabilitas penggunaan dana serta aset daerah.
(Edi D/Red)