Blora, Patrolihukum.net – Senin, 26 Mei 2025 – Nasib malang menimpa Sholekan, seorang warga Desa Ketuwan, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Niat baiknya memberikan pinjaman Rp100 juta justru berujung pada laporan pidana pencurian yang kini tengah diproses oleh pihak kepolisian.
Kisah ini bermula pada 22 Agustus 2022. Saat itu, Sumari, warga Desa Nglungger, Kecamatan Kradenan, meminjam uang sebesar Rp100 juta kepada Sholekan dengan jaminan dua unit rumah miliknya. Keduanya menyepakati masa pelunasan selama dua tahun, dengan kesepakatan bahwa rumah akan menjadi jaminan selama pinjaman belum dilunasi.

Namun, sejak penandatanganan perjanjian tersebut, Sumari mulai sulit dihubungi. Menurut pengakuan Sholekan, nomor telepon miliknya bahkan diblokir oleh pihak peminjam. Ia kemudian mendapat kabar bahwa Sumari telah pergi ke luar Pulau Jawa dan dua unit rumah yang dijaminkan kepadanya juga telah diagunkan ke Bank BRI Unit Mendenrejo untuk pinjaman sebesar Rp150 juta.
Tidak hanya itu, informasi dari keluarga dan tetangga Sumari menyebutkan bahwa rumah-rumah tersebut juga dijadikan jaminan ke beberapa pihak lainnya. Fakta tersebut memperkuat dugaan bahwa Sumari telah melakukan jaminan ganda atau double collateral, yang berpotensi menimbulkan kerugian besar bagi para kreditur pribadi, termasuk Sholekan.
Mendekati masa jatuh tempo perjanjian pada Agustus 2024, tepatnya pada Juli 2024, Sholekan akhirnya memutuskan untuk mengambil alih dua unit rumah tersebut. Tindakan itu dilakukan setelah mediasi dengan pihak keluarga Sumari yang disaksikan oleh Kepala Desa Nglungger, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas.
Namun, langkah Sholekan tersebut justru berbuntut panjang. Sumari melaporkannya ke Polsek Kradenan dengan tuduhan pencurian. Laporan tersebut kini tengah diproses oleh Satreskrim Polres Blora berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan No. Sp.Sidik/94/V/2025/Reskrim tertanggal 2 Mei 2025.
“Kami sekeluarga kaget. Kami pikir sudah ada kesepakatan secara kekeluargaan. Tapi sekarang suami saya dipolisikan,” ujar Siti Umi Kholifah, istri Sholekan, kepada wartawan.
Ia menjelaskan bahwa keluarga sudah mencoba menyelesaikan perkara ini secara damai. Bahkan, mereka bersedia membangun ulang rumah seperti semula dan memberikan uang kompensasi sebesar Rp10 juta. Namun, pihak Sumari menolak dan justru meminta ganti rugi sebesar Rp400 juta.
“Permintaan itu sangat tidak masuk akal bagi kami. Kami hanya orang desa biasa. Dari mana bisa dapat uang sebanyak itu?” imbuhnya.
Kasus ini menimbulkan keprihatinan di kalangan warga sekitar. Banyak yang menilai tindakan Sholekan seharusnya tidak dikategorikan sebagai pencurian, mengingat status rumah yang telah menjadi jaminan dalam perjanjian utang piutang.
Kini, keluarga Sholekan berharap pihak berwajib dapat memproses perkara ini secara adil dan proporsional. Mereka juga mengharapkan adanya mediasi ulang yang dapat membuka jalan damai, mengingat hubungan kekerabatan yang masih terjalin antara Sholekan dan Sumari.
“Kami ingin keadilan. Kami tidak ingin mencari musuh, hanya ingin penyelesaian yang masuk akal dan tidak merugikan kedua pihak,” tutup Siti Umi.
Kasus ini menjadi potret rumitnya permasalahan jaminan ganda dan pinjaman informal di masyarakat pedesaan. Diperlukan kejelasan hukum dan pemahaman literasi keuangan agar kasus serupa tidak terus terulang. (Tim/Red/**)