Jakarta – Pengamat ekonomi Ryan Kiryanto menyatakan bahwa utang luar negeri (ULN) Indonesia saat ini berada dalam posisi yang aman dan terkendali. Kiryanto menilai rasio ULN terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia masih di bawah ambang batas yang ditetapkan, yaitu 60 persen. Saat ini, rasio ULN Indonesia sekitar 39 persen dari total PDB, yang menunjukkan bahwa posisi ULN negara ini relatif aman.
Kenyataan ini menanggapi isu yang berkembang mengenai Presiden terpilih Prabowo Subianto yang dikabarkan berencana menaikkan rasio ULN hingga 50 persen dari PDB. Kiryanto, dalam pernyataannya kepada Republika, Sabtu (3/8/2024), menegaskan bahwa posisi ULN Indonesia saat ini dalam kondisi terkendali.
Data dari Bank Indonesia (BI) per April 2024 menunjukkan bahwa total ULN Indonesia mencapai 398,3 miliar dolar AS. Angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan Maret 2024 yang tercatat sebesar 404,8 miliar dolar AS. Sementara itu, total PDB Indonesia mencapai Rp 22.000 triliun.
Ryan Kiryanto juga menjelaskan bahwa faktor pemanfaatan utang menjadi indikator penting dalam menilai keamanan ULN. Ia menyebutkan bahwa selama utang digunakan untuk kegiatan produktif, seperti pembangunan infrastruktur dan sektor prioritas lainnya, maka hal tersebut tidak menjadi masalah. Data BI menunjukkan bahwa pemanfaatan ULN diarahkan untuk mendukung sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (20,9 persen dari total ULN pemerintah), administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib (18,6 persen), jasa pendidikan (16,8 persen), konstruksi (13,6 persen), serta jasa keuangan dan asuransi (9,6 persen).
“Utang yang digunakan untuk membangun infrastruktur dasar seperti Telkom, jalan tol, bendungan, dan jembatan adalah produktif karena meningkatkan arus barang dan orang,” ujar Ryan.
Kiryanto menambahkan bahwa kepercayaan investor juga merupakan faktor yang berperan dalam menjaga posisi ULN Indonesia. Indonesia dikenal memiliki disiplin fiskal yang kredibel, yang membuat lembaga asing dan kreditur asing percaya untuk memberikan utang. Negara ini juga memiliki peringkat triple B dan termasuk dalam investment grade.
“Sejak krisis moneter 1997-1998, Indonesia telah dikenal sebagai negara yang disiplin dalam memenuhi kewajibannya, baik utang pokok maupun bunganya,” ungkapnya.
Ryan Kiryanto menegaskan bahwa besaran atau kenaikan utang bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan selama utang tersebut dikelola dengan baik sesuai kebutuhan Indonesia. “Manajemen utang yang baik adalah kunci. Utang tidak boleh lebih dari 60 persen dari total PDB dan harus digunakan secara produktif,” tegasnya.
Penting juga untuk memastikan bahwa utang dari kreditur asing tidak mengganggu kedaulatan ekonomi Indonesia, sehingga negara tidak terjebak dalam pengaruh atau tekanan dari pemberi pinjaman. “Ini penting untuk meluruskan pandangan yang simpang siur mengenai utang luar negeri Indonesia,” tambahnya.
(Edi D/Red/*)