BUMN, Opini  

Pemerintah Jangan Hanya Fokus ke Korban Judi Online, Akui Kesalahannya, Tangkap Bandar dan Hapus Situsnya

Patrolihukum.net — *Oleh: Agusto Sulistio – Mantan Kepala Aksi dan Advokasi PIJAR era 90-an*

Dalam upaya memberantas judi online, pemerintah tampaknya lebih membidik para korban atau pemain judi online daripada menangani akar permasalahan yang sebenarnya. Padahal, tindakan yang diambil seharusnya tidak hanya menyasar pemain judi, tetapi juga mengantisipasi penyebaran situs-situs judi online dan menangkap para bandar besar yang menjadi dalang di balik operasi ini. Tugas ini seharusnya menjadi tanggung jawab utama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan lembaga negara terkait yang memiliki anggaran besar dan wewenang untuk menangkal ancaman tersebut.

Ketidakmampuan Kominfo dalam mengantisipasi maraknya situs-situs judi online menunjukkan bahwa ada kegagalan dalam menjalankan fungsi dan tugas negara. Situs-situs ini seharusnya bisa dicegah jika ada pengawasan yang ketat dan sistem keamanan siber yang efektif. Namun, kenyataannya banyak masyarakat yang terpapar dan menjadi korban judi online akibat kelalaian dalam pengawasan.

Pemerintah, khususnya Kominfo, perlu melakukan introspeksi secara luas dan bertanggung jawab atas kegagalan ini. Fokus seharusnya tidak hanya pada para pemain atau korban judi online, tetapi juga pada pencegahan dan penanganan yang lebih komprehensif terhadap para bandar besar dan situs-situs yang bersliweran di dunia maya, bahkan promosi judi online yang didukung artis tanah air. Penanganan yang hanya menargetkan para korban tanpa mengatasi akar permasalahan hanya akan menghasilkan solusi sementara dan tidak efektif.

Para korban judi online yang berasal dari kalangan masyarakat umum, anggota legislatif hingga pejabat jangan kemudian dijadikan sandera politik, yang dapat meredam kritik akibat mereka terjebak dalam permainan ini. Ada indikasi bahwa masalah judi online ini bisa melibatkan kekuatan yang lebih besar, yang mungkin beroperasi sebagai negara dalam negara *”Deep of State”*. Hal ini harus diselidiki lebih lanjut untuk memastikan bahwa kepentingan rakyat dan integritas negara tetap terjaga.

Jika merujuk pada konstitusi, tugas pemimpin atau presiden adalah melindungi dan mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Tugas pokok ini harus menjadi fokus utama pemerintah dalam menangani masalah judi online. Situs-situs judi online tidak akan tersebar luas jika fungsi dan tugas negara dijalankan dengan serius dan penuh tanggung jawab. Pemerintah perlu membuktikan komitmen mereka dengan tindakan nyata dan efektif.

**Negara dalam Negara “Deep of State”**

Terkait posisi Presiden Jokowi, meskipun banyak media terpercaya menyebut bahwa Jokowi tidak lagi didukung oleh partai utamanya, namun gejolak ini tak berarti, posisinya diduga semakin kuat. Ini menimbulkan pertanyaan tentang kekuatan lain yang mungkin ada di balik Jokowi ditengah persoalan kartel tambang, kartel sembako, judi online, dll. Dapat diduga terjadi “Deep of State” negara dalam negara, hal ini dapat terindikasi oleh maraknya aksi ilegal tersebut namun tak pernah surut bahkan hilang aksinya malah semakin menjadi, sementara pembangunan dan kerja-kerja politik kekuasaan yang memerlukan biaya besar terus berjalan, ditengah APBN lesu.

Di sisi lain dalam konteks negara demokrasi yang menganut sistem partai, kekuatan partai seharusnya dapat menentukan posisi presiden. Analisis lebih mendalam diperlukan untuk mengungkap kekuatan apa yang mendukung Jokowi, terutama di tengah krisis anggaran negara dengan berbagai efek sosial politik yang bergejolak.

Sebelumnya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan data mengejutkan bahwa lebih dari 1.000 anggota DPR RI hingga DPRD terlibat dalam permainan judi online. Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyampaikan bahwa keterlibatan ini mencakup anggota DPR dan DPRD, serta pegawai sekretariat dan kesetjenan. Dengan jumlah transaksi mencapai 63.000 dan nilai total Rp25 miliar, dampak judi online sangat serius dan memerlukan perhatian mendesak.

Data di atas tentu membuat prihatin kita bersama, di tengah keadaan sulit ada oknum yang mungkin menggunakan uang negara untuk judi online. Terkait ini tentu ada aturan yang menangani hal ini, namun yang penting para pemain atau korban judi online jangan dijadikan sandera politik untuk kepentingan negara apalagi menutupi persoalan atas kegagalan pemerintah.

Pencegahan dini terhadap serangan ransomware adalah contoh yang bisa ditiru dalam menangani judi online. Sehingga ancaman ransomware jangan menjadi alasan sehingga memaklumi kegagalan pemerintah dalam mengantisipasi dan memberantas judi online atau praktik ilegal lainnya. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Israel, dan Singapura telah berhasil mengurangi risiko dan dampak serangan siber melalui langkah-langkah pencegahan dini seperti backup data rutin, patch management, dan pelatihan keamanan siber. Pemerintah Indonesia perlu mengadopsi pendekatan serupa untuk menangani judi online dengan lebih efektif.

**Kesimpulan**

Pemerintah harus mengalihkan fokus dari hanya menargetkan para korban judi online ke upaya yang lebih luas dalam menangani masalah ini secara komprehensif. Kominfo dan pihak terkait perlu meningkatkan pengawasan, menutup situs-situs judi online, dan menangkap para bandar besar. Langkah-langkah pencegahan yang proaktif dan efektif harus menjadi prioritas untuk melindungi masyarakat dari bahaya judi online. Hanya dengan demikian, pemerintah bisa memenuhi tugas konstitusional mereka untuk melindungi dan mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia.

Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat 28 Juni 2024 – 11:09 WIB.

(Redaksi Patrolihukum.net)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *