Patrolihukum.net // Kab. Cirebon – Dana Desa dan Pendapatan Asli Desa (PADes) selalu menjadi perhatian dalam pengelolaan keuangan desa. Hal ini seiring dengan diaturnya dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang menjelaskan PADes sebagai sumber pendapatan dari kewenangan desa. PADes dapat berasal dari berbagai sumber, seperti hasil usaha desa, aset desa, swadaya masyarakat, dan berbagai bantuan dari pemerintah pusat dan daerah.
Secara umum, PADes diharapkan mampu mendukung pembangunan desa, namun pengelolaannya harus melalui prosedur yang transparan dan akuntabel. Pendapatan Desa, yang tercakup dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran), harus menyertakan rincian kegiatan, sumber pendanaan, serta alokasi anggaran yang jelas. Melalui DPA tersebut, Desa memiliki pedoman untuk menggunakan anggaran secara tepat dan sesuai peraturan yang berlaku.

Namun, dalam praktiknya, banyak desa yang belum sepenuhnya terbuka dalam mengelola dana tersebut. Seperti yang terjadi di Desa Sutawinangun, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon. Pemerintah Desa di sana, yang dipimpin oleh Kuwu Dias Fakhnuritasari, M.Pd, sempat bungkam ketika wartawan mencoba mengonfirmasi tentang pengelolaan PADes di desa tersebut.
Selama tiga hari berturut-turut, wartawan menghubungi Kuwu Dias melalui pesan WhatsApp untuk meminta klarifikasi terkait dana desa dan PADes yang dikelola oleh Pemerintah Desa Sutawinangun. Pada hari ketiga, Kuwu Dias akhirnya memberikan jawaban singkat, “Lihat dibaligho dan cukup ya pak pertanyaannya.”
Padahal, berdasarkan keterangan dari warga setempat, PADes Sutawinangun tidak dapat dianggap kecil. Salah seorang warga mengatakan bahwa jumlah PADes yang diterima desa tersebut jauh di atas 10 juta rupiah, yang menunjukkan bahwa aliran dana desa di Desa Sutawinangun seharusnya memiliki pengelolaan yang jelas dan terbuka.
Dalam pengelolaan keuangan desa, Kades atau Kuwu seharusnya bertanggung jawab atas penyusunan Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ), yang menjadi alat evaluasi transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan. Sayangnya, di Desa Sutawinangun, hal tersebut tampak sulit ditemukan, meskipun menjadi kewajiban hukum yang harus dilaksanakan setiap tahun.
Sejak menjabat pada Januari 2020, Kuwu Dias Fakhnuritasari mengungkapkan visi dan misinya yang fokus pada penanggulangan bencana banjir dan masalah sampah di desa. Namun, hingga berita ini diturunkan, tidak ada penjelasan lebih lanjut terkait penggunaan anggaran yang seharusnya transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
Warga berharap agar pengelolaan keuangan desa dapat lebih terbuka dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, guna mendukung kemajuan Desa Sutawinangun yang lebih baik di masa depan. (***)
(tim/sys/kus)