Oleh: Bambang Soesatyo
Patrolihukum.net / Jakarta – Saling ketergantungan antarnegara-bangsa dalam bidang ekonomi merupakan keniscayaan di era global saat ini. Namun demikian, memperkuat kemandirian nasional untuk mengurangi ketergantungan tersebut menjadi kewajiban fundamental setiap negara. Hal ini tidak hanya menyangkut aspek ekonomi, melainkan juga menyangkut kepentingan rakyat dan masa depan bangsa. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Indonesia mulai menapaki jalan kemandirian itu secara sistematis dan berkelanjutan.

Langkah awal yang digagas Presiden Prabowo menyentuh aspek paling vital: ketahanan pangan dan energi. Dalam pidato pelantikannya di Sidang Paripurna MPR RI pada 20 Oktober 2024, Prabowo dengan tegas menyatakan bahwa Indonesia harus segera mencapai swasembada pangan. “Kita tidak boleh tergantung pada sumber makanan dari luar negeri. Dalam keadaan darurat, negara lain pun akan memprioritaskan kepentingan sendiri,” tegas Presiden kala itu.
Menindaklanjuti pidato tersebut, pemerintah menetapkan tiga wilayah prioritas dan sepuluh wilayah tambahan sebagai kawasan lumbung pangan. Target ambisius disusun: menambah empat juta hektar lahan sawah yang diproyeksikan mampu menghasilkan tambahan 20 juta ton gabah kering giling, atau setara 10 juta ton beras.
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian bergerak cepat. Berbagai inovasi diterapkan, salah satunya pengembangan varietas padi gogo yang tahan di lahan kering dengan kebutuhan air yang minim. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman pun mengumumkan kabar baik: produksi beras nasional meningkat hingga 62 persen pada kuartal pertama 2025.
Capaian ini menjadi bukti bahwa dengan kerja keras dan komitmen kuat, ketahanan pangan bisa diwujudkan. Publik berharap progres ini terus dipertahankan hingga Indonesia benar-benar mampu menyediakan pangan bagi seluruh rakyatnya dengan harga terjangkau.
Tidak berhenti di sektor pangan, Presiden Prabowo kemudian meluncurkan inisiatif strategis lain di bidang investasi nasional. Pada Februari 2025, lahirlah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Badan ini dirancang sebagai mesin pertumbuhan ekonomi nasional melalui konsolidasi potensi dan kekuatan investasi domestik, khususnya dari BUMN.
Per Maret 2025, Danantara telah berhasil mengkonsolidasikan 844 BUMN dengan nilai aset mencapai 982 miliar dolar AS, atau setara Rp16.508 triliun (dengan asumsi kurs Rp16.810 per dolar AS). Ini adalah angka monumental yang menggambarkan kekuatan riil ekonomi nasional jika dikelola dengan tepat.
Lebih jauh, kekuatan Danantara belum menghitung nilai tambah dari kekayaan sumber daya alam (SDA) Indonesia seperti nikel, tembaga, batu bara, hingga emas. SDA ini menjadi magnet kuat bagi investasi asing. Tidak heran bila menjelang akhir April 2025, Presiden Prabowo menerima Chairman Lotte Group dan delegasi Federation of Korean Industries (FKI) di Istana Merdeka. Hasilnya, tercipta komitmen investasi baru sebesar 1,7 miliar dolar AS.
Di sisi lain, Indonesia Grand Package senilai 9,8 miliar dolar AS juga terus berproses. Proyek ini diarahkan untuk mendukung pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik, yang sejalan dengan tren global menuju ekonomi hijau dan berkelanjutan.
Presiden Prabowo pun terus memantau langsung perkembangan Danantara. Dalam forum townhall meeting di Jakarta, Presiden memberikan pengarahan kepada jajaran direksi BUMN tentang pentingnya mengubah pola pikir dan pola kerja di tengah ketidakpastian global. Dunia telah berubah: NAFTA bubar, APEC kehilangan makna strategis, dan Uni Eropa fokus memperkuat industri pertahanan. Maka, Indonesia juga harus berubah dan beradaptasi.
Kehadiran Danantara adalah jawaban strategis terhadap tantangan tersebut. Dengan mengelola dan memaksimalkan potensi SDA serta mendatangkan investasi berkualitas, Indonesia bisa meningkatkan kemandirian ekonominya. Lebih dari itu, pengelolaan investasi yang terarah akan membuka jutaan lapangan kerja baru dan menyejahterakan rakyat.
Dalam pandangan Bambang Soesatyo, Ketua MPR RI ke-15 dan ke-20 yang juga dosen tetap pascasarjana di beberapa universitas ternama, langkah Presiden Prabowo adalah wujud nyata dari kepemimpinan visioner. “Mengurangi ketergantungan dan mengeskalasi kemandirian adalah amanah yang harus dijalankan setiap generasi. Dan ini sedang dimulai dengan sangat baik,” ungkapnya.
Kini, tugas selanjutnya adalah memastikan semua kebijakan dan program berjalan konsisten, tidak hanya di level pusat, tetapi juga hingga daerah. Dengan sinergi kuat antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat, cita-cita besar Indonesia mandiri bisa segera menjadi kenyataan.
(Edi D/*)











