Patrolihukum.net, Pasuruan — Polemik dugaan penggelapan aset properti yang menyeret proyek Perumahan Green Eleven di Desa Kenep, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan, kembali mencuat ke ruang publik. Di tengah berkembangnya berbagai informasi, penelusuran redaksi menunjukkan bahwa perkara tersebut bukan isu baru dan telah lebih dahulu diuji melalui jalur hukum perdata.
Dugaan penggelapan aset bermula dari laporan Hendro Andriyuwono (HA), warga Surabaya, yang mengklaim kepemilikan lahan seluas sekitar 4,2 hektare yang kini menjadi lokasi pengembangan Perumahan Green Eleven. Laporan tersebut telah diterima Polres Pasuruan dan saat ini masih berada pada tahap awal penyelidikan.

Kasi Humas Polres Pasuruan, Joko, membenarkan adanya laporan tersebut.
“Benar, laporan sudah kami terima dan saat ini masih dalam proses pengumpulan data serta klarifikasi awal,” ujar Joko saat dikonfirmasi.
Sengketa Pernah Diperiksa Pengadilan
Hasil penelusuran redaksi menunjukkan, sengketa lahan Perumahan Green Eleven sebelumnya telah diperiksa melalui gugatan perdata di Pengadilan Negeri Bangil. Dalam perkara Nomor 16, majelis hakim telah memeriksa dalil-dalil yang diajukan oleh pihak penggugat.
Direktur PT Metsuma Anugra Graha (MAG), Slamet Supriyanto, menyatakan bahwa dalam putusan tersebut, gugatan dinyatakan ditolak karena tidak terbukti adanya perbuatan melawan hukum maupun wanprestasi.
“Seluruh dalil sudah diuji di pengadilan dan dinyatakan tidak terbukti. Putusan ini merupakan fakta hukum yang sah,” kata Slamet.
Kuasa Hukum: Tidak Ada Unsur Penggelapan
Kuasa hukum PT MAG, Debby Puspita Sari, S.H., menegaskan bahwa tudingan dugaan penggelapan aset yang kembali beredar tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Menurutnya, pengelolaan dan pengembangan lahan dilakukan sesuai dengan prosedur dan mekanisme hukum yang berlaku.
“Dalam hukum, yang menjadi ukuran adalah alat bukti dan putusan pengadilan. Dugaan tidak dapat disamakan dengan kebenaran sebelum dibuktikan secara sah,” ujar Debby.
Atas tudingan yang dinilai merugikan nama baik perusahaan, PT MAG melalui kuasa hukumnya menempuh langkah gugatan balik. Langkah tersebut disebut sebagai upaya hukum yang sah untuk menjaga kepastian hukum dan reputasi perusahaan.
“Gugatan balik ini bukan untuk menekan pihak mana pun, tetapi untuk memastikan setiap tuduhan diuji secara objektif di ruang peradilan,” tambah Debby.
Pembangunan Tetap Berjalan
Di tengah proses hukum yang berlangsung, PT MAG menegaskan bahwa aktivitas pembangunan dan pemasaran Perumahan Green Eleven tetap berjalan. Perusahaan menyasar segmen masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dengan konsep hunian terjangkau dan pelayanan yang diklaim transparan.
Debby menyatakan, komitmen pengembang tidak hanya berorientasi bisnis, tetapi juga tanggung jawab sosial.
“Kami ingin masyarakat dengan kemampuan ekonomi standar tetap memiliki kesempatan yang sama untuk memiliki hunian yang layak dan aman,” ujarnya.
Seruan Etika Pers
Terpisah, Ketua Presidium DPP Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI), Gus Aulia, SE., SH., MM., M.Ph., mengingatkan insan pers agar tetap menjunjung asas keberimbangan dalam memberitakan polemik hukum.
“Wartawan wajib mengedepankan verifikasi dan keberimbangan, agar publik memperoleh informasi yang utuh dan tidak terjebak pada opini sepihak,” kata Gus Aulia. Ia menekankan bahwa transparansi dan akurasi merupakan fondasi utama profesionalisme pers.
Komitmen Redaksi
Redaksi menegaskan akan terus melakukan penelusuran fakta dan menyajikan informasi secara berimbang dengan merujuk pada data, dokumen hukum, serta konfirmasi dari seluruh pihak terkait. Upaya ini dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab pers dalam menghadirkan informasi yang akurat dan bermanfaat bagi publik.
(Bbg/PRIMA/Tim Redaksi)











